الْيَوْمَأُحِلَّ لَكُمُ الطَّيِّبَاتُ. “Pada hari ini, dihalalkan bagimu segala yang baik-baik.”. Ketika Allah ﷻ menyebutkan kenikmatan pada hari ini, yaitu hari Arafah. Di dalam ayat ini Allah ﷻ menghalalkan perkara-perkara baik, di antaranya adalah dua kenikmatan yang penting: makanan dan pernikahan AllahSWT tidak suka terhadap perbuatan zalim, seperti firmannya: “Adapun orang-orang yang beriman dan mengerjakan amalan-amalan yang saleh, maka Allah akan memberikan kepada mereka dengan sempurna pahala amalan-amalan mereka; dan Allah tidak menyukai orang-orang yang zalim”. (QS Ali Imran: 57). BacaJuga: Surah Abasa, Teguran Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW. 1. Memperbanyak mengingat kematian. Dikutip dari buku Bekal Meggapai Kematian yang Husnul Khatimah karya Majdi Muhammad. Memperbanyak mengingat kematian terdapat dalam hadis yang diriwayatkan oleh Abu Huraira, sebagaimana Rasulullah SAW bersabda. cash. Ilustrasi Jelaskan makna Al Muqaddim sebagai riuk satu asmaul husna. Foto Jelaskan makna Al Muqaddim sebagai keseleo suatu asmaul husna ! Tanya tersebut acap kali diberikan murid di indra penglihatan pelajaran Pendidikan Agama Islam dan Kepribadian Pekerti kelas 6. Seperti mana yang diketahui, Allah SWT yakni Dzat yang menciptakan segala alam segenap dengan contoh. Allah sekali lagi n kepunyaan jenama yang terdiri bermula 99 yang disebut bagaikan asmaul husna. Lantas, apa makna berasal tera asmaul husna Al Muqaddim? Konotasi Asmaul Husna Secara bahasa, kata asmaul husna pecah berbunga kata al-asma artinya nama yang merupakan rancangan lumrah, sementara al-isma merupakan bentuk tunggalnya. Padahal al-husna artinya yang paling kecil baik. Sehingga, signifikasi dari asmaul husna adalah nama-nama Allah SWT yang terindah atau terbaik. وَلِلَّهِ الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَىٰ فَادْعُوهُ بِهَا ۖ وَذَرُوا الَّذِينَ يُلْحِدُونَ فِي أَسْمَائِهِ ۚ سَيُجْزَوْنَ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ Artinya, “Hanya milik Allah asmaa-ul husna, maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asmaa-ul husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran n domestik menyebut nama-nama-Nya. Kemudian hari mereka akan mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan.” Makna Al Muqaddim Muhammad Syafi’i al-Bantani internal bukunya Rahasia Keluarbiasaan Asmaul Husna 2009142 , secara bahasa, Al Muqaddim artinya mendahulukan ataupun keberadaan di depan. Makara, Allah Al Muqaddim artinya Halikuljabbar mendahulukan sebelum peringatan-Nya dan siapapun nan dikehendaki-Nya. Ilustrasi asmaul husna. Foto Hipotetis Asmaul Husna Al Muqaddim Contoh berasal asmaul husna Al Muqqadim adalah Allah mendahulukan peringatan tentang kematian sebelum datanganya kematian itu n domestik Surat Al-Anbiya ayat 35. كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ ۗ وَنَبْلُوكُمْ بِالشَّرِّ وَالْخَيْرِ فِتْنَةً ۖ وَإِلَيْنَا تُرْجَعُونَ Artinya, “Per yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji engkau dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan nan sebenar-benarnya. Dan doang kepada Kamilah ia dikembalikan.” Selain itu, sebelum Tuhan SWT menciptakan manusia, Halikuljabbar SWT terlebih dulu menciptakan majemuk media kehidupan di manjapada dan alam semesta ini. Tuhan SWT sekali lagi burung laut memberikan tajali kepada umat-umat pilihannya sebelum memberikan tugas kepada makhluk untuk menjadi khalifah di bumi. يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ ۖ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ Artinya, “Hai manusia-makhluk nan beriman, bertakwalah kepada Tuhan dan hendaklah setiap diri kecam apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok alam baka; dan bertakwalah kepada Yang mahakuasa, sepatutnya ada Yang mahakuasa Maha Memafhumi apa nan kamu bagi.” QS. Al-Hasyr ayat 18-19 Dari penjelasan pendek adapun makna asmaul husna Al-Muqaddim dalam pelajaran Agama, dapat kita ketahui bahwa Allah SWT menyerahkan nubuat terlebih dahulu kepada umat-Nya sebelum memberikan tugas, terutama kepada manusia seumpama khalifah manjapada.MZM Source Apa arti Al Muqaddim dan contohnya? Jadi, Allah Al Muqaddim artinya Allah mendahulukan apa dan siapapun yang dikehendaki-Nya. Allah mendahulukan petunjuk sebelum peringatan-Nya. Salah satu contoh asma Allah yang berada pada urutan ke-71 Asmaul Husna ini yaitu peringatan kematian yang telah diserukan oleh Allah SWT sebelum itu terjadi. Allah Subhanahu Subhanahu wa Ta ala Maha Mendahulukan atas apa yang diciptakannya Allah bersifat? Jawaban Allah bersifat all muqaddim yang artinya Maha Mendahului, Salah satu contoh nya yaitu Allah berhak Mendahulukan siapa siapa yang akan memasuki surga.. Jelaskan arti Al Muqaddim dan apa yang bisa kita teladani dari sifat Al Muqaddim? Al Muqaddim Maha Mendahulukan Allah mendahulukan segala sesuatu dengan kekuasaan, ilmu, dan kebijaksanaan yang dimiliki-Nya. Dia berhak mengutamakan siapa saja yang Dia kehendaki. Allah tidak akan menunda sesuatu, kecuali karena mengandung hikmah dan kebaikan. … Allah mendahulukan peringatan sebelum menurunkan azab. Bagaimana sifat Al Muqaddim pada Allah SWT brainly? AL MUQADDIM adalah Alloh yang mendahulukan sesuatu atas sesuatu yang lainnya. Meletakkan pada tempatnya. Sesuatu yang pantas didahulukan, Alloh dahulukan. Mendahulukan berdasarkan hikmah yang Alloh ketahui, berdasarkan keadilan yang Alloh ketahui dan berdasarkan pengetahuan yang ada pada Alloh SWT. Apa arti Asmaul Husna dari Al Baqi dan berikanlah contohnya? Allah mempunyai 99 nama baik salah satunya adalah Al Baaqii الباقي yang artinya Maha Kekal. Al Baaqi merupakan asmaul husna urutan ke-96. Contoh perilaku yang mencerminkan sifat Allah Al–Baqi adalah … Memohon perlindungan hanya kepada allah tidak kepada selainnya. Bagaimana penerapan Asmaul Husna Al Muqtadir? 1. selalu memita perlindungan kepada Allah SWT. orang yang dermawan atau tidak sombong. orang yang sedang kesusahan. Bagaimana sikap kita meneladani Asmaul Husna Al Muqaddim? Meneladani nama dan sifat Allah Al Muqaddim artinya kita sebagai umat muslim harus mendahulukan perintahNya daripada yang lain. Kita juga dituntut untuk mendahulukan orang lain yang membutuhkan sebelum urusan diri kita sendiri. 7. Tidak mengerjakan perbuatan sia-sia dan merugikan orang lain. Bagaimana peneladanan kita terhadap Asmaul Husna Al Muqaddim? Sebutkan cara meneladani dari asmaul husna al–muqaddim​ Selalu mendahulukan diri dalam berbuat kebaikan. mengerjakan sesuatu yang sia-sia tanpa tujuan yang bermanfaat. suka menunda-nunda pekerjaan. Bagaimana sifat Al Muqaddim kepada Allah? Jakarta – Al Muqaddim artinya Yang Maha Mendahulukan, salah satu nama Allah SWT dalam Asmaul Husna. … Selain itu, nama dan sifat Allah Al Muqaddim juga mengandung makna Allah mendahulukan orang-orang yang dikehendakiNya di dunia dan di akhirat. Dia mendahulukannya dengan memberikan mereka derajat yang tinggi. Apa bukti Allah bersifat Al Muqaddim? Al–muqaddim artinya Allah Maha Mendahulukan segala sesuatu yang dikehendaki-Nya. Allah mendahulukan peringatan sebelum mendatangkan azab. Allah mendahulukan anugerah kepada orang-orang yang dikehendaki-Nya. Jika Allah menghendaki sesuatu mendahului yang lain, tidak ada yang mampu menghalangi. Bagaimana kita dapat mencontoh dari sifat Allah Al Baqi? 1. Memperbanyak ibadah selama di dunia. 2. Ikhlas dalam beramal sholeh. 3. Tidak berputus asa dari rahmat Allah. Bagaimana mencontoh sifat Allah SWT Al Baqi dalam kehidupan sehari hari? Bagaimana cara menerapkan sifat al–baqi dalam kehidupan sehari– hari? ​ Tidak mencintai dunia secara berlebihan melainkan hanya menjadikan dunia sebagai ajang menuai pahala dan rahmat Allah SWT, sebab dunia tidak akan abadi. Mengimani dengan sepenuh hati akan adanya hari akhir. Bagaimana cara kamu sebagai pelajar meneladani Asmaul Husna Al Muqtadir? Berikut contoh perilaku yang meneladani sifat Allah Al Muqaddim Memperbanyak berbuat kebaikan. Mengerjakan sesuatu yang bermanfaat untuk masa depan. Tidak menunda-nunda pekerjaan. Mendahulukan kepentingan umum dari kepentingan diri sendiri. 7 Sep 2020 Bagaimana penerapan Asmaul Husna Al Muqaddim? Meneladani nama dan sifat Allah Al Muqaddim artinya kita sebagai umat muslim harus mendahulukan perintahNya daripada yang lain. Kita juga dituntut untuk mendahulukan orang lain yang membutuhkan sebelum urusan diri kita sendiri. 7. Tidak mengerjakan perbuatan sia-sia dan merugikan orang lain. * كِّرْ إِنْ نَفَعَتِ الذِّكْرَى * سَيَذَّكَّرُ مَنْ يَخْشَى * وَيَتَجَنَّبُهَا الأشْقَى * الَّذِي يَصْلَى النَّارَ الْكُبْرَى * ثُمَّ لا يَمُوتُ فِيهَا وَلا يَحْيَا * Oleh sebab itu, sampaikanlah peringatan karena peringatan itu bermanfaat. Orang yang takut kepada Allah akan mendapat pelajaran. Orang-orang yang celaka kafir akan menjauhinya. Itulah orang yang akan memasuki api yang besar neraka, kemudian dia tidak akan mati di dalamnya dan tidak pula hidup QS al-A’la [87] 9-11. Ayat ini memerintahkan Rasulullah saw. untuk menyampaikan peringatan kepada manusia. Respon mereka pun terbagi menjadi dua yang menerima dan yang menolak. Respon itu pun menentukan nasib mereka. Tafsir Ayat Allah SWT berfirman Fadzakkir in nafa’ati adz-dzikrâ Oleh sebab itu sampaikanlah peringatan karena peringatan itu bermanfaat. Khithâb ayat ini juga ditujukan kepada Rasulullah saw. Menurut az-Zuhaili, kata at-tadzkîr bermakna mengingatkan manusia pada sesuatu yang sebelumnya telah diketahui, lalu Kata ini bisa juga tidak mengingatkan dari perkara yang terlupakan, namun berguna untuk melanggengkan Masih mnenurut az-Zuhaili, yang dimaksud ayat ini adalah menyampaikan peringatan dan nasihat dengan Penjelasan yang sama juga dikemukakan al-Baghawi dan al-Khazin, yang memaknai frasa tersebut Nasihatilah dengan Imam al-Qurthubi juga berkata, “Nasihatilah kaummu dengan al-Quran, wahai Asy-Syaukani menafsirkan ayat ini juga dengan pernyataan, “Sampaikanlah nasihat dengan apa yang Kami wahyukan kepada engkau, wahai Muhammad. Bimbinglah mereka kepada kebaikan dan tunjukilah mereka pada syariah-syariah agama.”6 Perintah tersebut diiringi dengan firman-Nya In nafa’ati adz-dzikrâ jika peringatan itu bermanfaat. Secara lahiriah, ayat ini memberikan pemahaman bahwa seolah-olah peringatan itu hanya diperintahkan apabila dapat memberikan manfaat. Jika tidak, maka peringatan itu tidak perlu diberikan. Pemahaman tersebut tentu tidak benar. Dikatakan al-Jurjani, memberikan peringatan itu wajib sekalipun tidak memberikan Kesimpulan tersebut amat tepat mengingat Rasulullah saw. adalah rasul untuk manusia lihat QS Saba’ [34] 28, al-A’raf [7] 158. Objek yang harus diberikan peringatan oleh beliau adalah seluruh manusia. Selain itu, sebelum peringatan diberikan kepada seseorang, tentu belum diketahui apakah peringatan tersebut akan bermanfaat atau tidak. Orang yang diduga menerima justru menolak. Sebaliknya, dikira menolak justru menerima. Oleh karena itu, sebelum peringatan disampaikan, tidak bisa dipastikan respon seseorang. Jika demikian, bagaimana memahami frasa in nafa’ati adz-dzikrâ itu? Menurut al-Wahidi ayat ini mengandung makna in naf’at aw lam tanfa’ jika bermanfaat atau tidak bermanfaat. Hanya saja, frasa terakhir, yakni aw lam tanfa’ atau tidak bermanfaat tersebut tidak disebutkan. Penjelasan lainnya, huruf in jika tidak selalu memberikan makna syarat yang meniadakan perkara yang dipersyaratkan ketika syaratnya tidak ada. Ini terdapat dalam beberapa ayat, seperti firman Allah SWT فَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَنْ تَقْصُرُوا مِنَ الصَّلاةِ إِنْ خِفْتُمْ أَنْ يَفْتِنَكُمُ الَّذِينَ كَفَرُوا Tidaklah mengapa kalian men-qashar shalatmu jika kalian takut diserang orang-orang kafir QS al-Nisa’ [4] 101. Meskipun disebutkan in khiftum jika kamu takut, shalat qashar bagi musafir boleh dilakukan, baik ketika dalam keadaan takut diserang orang-orang kafir maupun tidak. Demikian juga firman QS al-Baqarah [2] yang membolehkan suami merujuk istri yang telah ditalak tiga kali dan sudah dinikahi laki-laki lain. Meskipun disebutkan in zhanna an yuqîmû hudûdul-Lâh jika keduanya berpendapat akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah, perbuatan tersebut boleh dilakukan meski tidak ada dugaan Ada pula yang memaknai huruf in tersebut sebagai sebab atas manfaat dari peringatan tersebut. Ini sebagaimana makna in dalam ungkapan Qad awdhahtu laka in kunta ta’qilu Sungguh aku telah menjelaskan kepada kamu agar kamu paham. Artinya, yang dimaksud adalah menjadi sebab atas manfaat yang diterima dari peringatan Dengan demikian frasa tersebut memberikan makna bahwa peringatan itu diperintahkan agar dapat memberikan manfaat, baik bagi orang yang diberi peringatan maupun yang menyampaikan peringatan itu. Ada pula aspek lain yang dipahami Ibnu Katsir dari ayat ini. Menurut Ibn Katsir, dari ayat ini dapat diambil adab dalam menyebarkan ilmu; bahwa ilmu tidak diberikan kepada orang yang tidak memiliki kelayakan. Ini sebagaimana dikatakan Amirul Mukminin Ali ra. “Tidaklah kamu berbicara dengan suatu kaum tentang sesuatu yang tidak dapat dijangkau akal mereka, kecuali menjadi fitnah bagi sebagian mereka.” Beliau juga berkata “Berbicaralah dengan apa yang mereka ketahui. Apakah kamu menyukai Allah dan Rasul-Nya didustakan?” 10 Ketika Rasulullah saw. diperintahkan untuk menyampaikan peringatan kepada semua orang, kemudian diterangkan tentang orang-orang yang menerima dan menolaknya, serta orang-orang yang mendapatkan manfaat dan yang justru mendapatkan kecelakaan. Allah SWT berfirman Sayadzdzakkaru man yakhsyâ Orang yang takut [kepada Allah] akan mendapat pelajaran. Menurut al-Asfahani, kata al-khasy-yâh berarti khawf takut yang disertai dengan ta’zhîm sikap hormat dan memuliakan. Sikap tersebut kebanyakan didasarkan oleh pengetahuan tentang zat yang ditakuti tersebut. Oleh karena itu, sikap itu dikhususkan kepada ulama dalam firman-Nya إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya hanyalah ulama QS Fathir [35] 28.11 Karena khasy-yah merupakan ketakutan yang disertai dengan sikap hormat, maka dalam al-Quran sikap itu hanya ditujukan kepada Allah SWT Lihat QS [51] 33; al-Kahfi [18] 80; al-Baqarah [2] 150; an-Nisa’ [4] 77; al-Ahzab [33] 39; an-Nisa’ [4] 9; dan lain-lain. Itu pula makna yang terkandung dalam ayat ini. Dijelaskan Ibnu Katsir, man yakhsyâ dalam ayat ini berarti orang-orang yang takut kepada Allah dan meyakini perjumpaan Tak jauh berbeda, al-Qurthubi juga menafsirkan kalimat ini sebagai orang yang bertakwa dan takut kepada Ibnu Jarir ath-Thabari juga berkata orang yang takut kepada Allah SWT dan Orang-orang yang takut kepada Allah SWT itulah yang mengambil peringatan dan nasihat yang diberikan Rasulullah saw. Dalam ayat ini disebutkan Sayadzakkaru. Artinya, dia akan menerima DIkatakan oleh az-Zamakhsyari, orang yang takut kepada Allah dan buruknya akibat itu lalu mempertimbang-kan dan memikirkannya. Pertimbangannya itu kemudian membimbing dia untuk mengikuti Atas pilihannya itu mereka mendapatkan as-sa’âdah kebahagiaan di dunia dan akhirat. Dikatakan oleh al-Biqa’i, al-khasy-yah rasa takut itu membawa pelakunya pada setiap kebaikan hingga hatinya merasa nikmat; dibalas dengan surga yang tinggi, dan hidup dengan kehidupan yang baik, tanpa ditimpa kesakitan dan kesusahan, kekal abadi tanpa akhir dan tanpa Kemudian diberitakan tentang sikap orang yang sebaliknya Wa yatajannbuhâ al-asyqâ Orang-orang yang celaka kafir akan menjauhinya. Jika yang disebutkan sebelumnya mau menerima peringatan dan mengambil nasihat yang disampaikan Rasulullah saw., maka mereka justru menjauhinya. Jika yang sebelumnya takut kepada Allah, maka mereka ini berani kepada Allah. Mereka pun mendapatkan balasan atas tindakan mereka. Dalam ayat ini disebut sebagai al-asyqâ orang yang paling celaka. Dikatakan al-Alusi, mereka adalah orang kafir yang terus dan tetap dalam pengingkarannya terhadap Hari Kiamat dan semacamnya. 18 Kata al-asyqâ merupakan bentuk at-tafdhîl dari kata asy-syaqiyy orang yang celaka. Mereka dinyatakan sebagai al-asyqâ orang yang paling celaka lantaran menerima azab yang amat besar. Azab tersebut diberitakan dalam ayat selanjutnya al-ladzî yashlâ an-nâr al-kubrâ [yaitu] orang yang akan memasuki api yang besar [neraka]. Pengertian al-kubrâ di sini adalah al-azhîmah wa al-fazhî’ah yang besar dan mengerikan. Dikatakan demikian karena panasnya lebih besar dan dahsyat daripada api Menurut al-Hasan, an-nâr al-kubrâ adalah neraka akhirat. Adapun yang sughrâ yang kecil adalah neraka dunia. Sebagian mufassir mengatakan, semua neraka adalah neraka akhirat meskipun bertingkat-tingkat kerasnya. Ada neraka yang lebih besar daripada neraka lainnya. Dikatakan al-Farra’, al-kubrâ adalah tingkatan neraka yang paling Kemudian Allah SWT berfirman Tsuma lâ yamûtu fîhâ wa lâ yahyâ kemudian dia tidak akan mati di dalamnya dan tidak [pula] hidup. Di dalam neraka itu mereka tidak mati dan tidak hidup. Mereka tidak mati sehingga dapat beristirahat dari azab; juga tidak hidup dengan kehidupan yang memberi dirinya Itulah siksa yang diterima oleh orang-orang yang menolak dan menyingkirkan peringatan Allah SWT. Mereka harus menghadapi siksaan yang besar atas tindakan lancang dan durhaka mereka terhadap Penciptanya, Allah SWT. Respon Manusia Terhadap Peringatan Terdapat banyak pelajaran yang dapat diambil dari ayat-ayat ini. Pertama perintah untuk menyampaikan peringatan kepada manusia. Perintah ini ditujukan kepada Rasulullah saw. Hal ini dengan jelas disebutkan dalam kalimat Fadzakkir berikanlah peringatan. Menyampaikan peringatan dan nasihat merupakan tugas yang harus diemban Rasulullah saw. dan seluruh rasul lainnya. Bahkan ini merupakan tugas utama seorang nabi dan rasul, termasuk beliau Lihat QS al-Ghasyiyah [88] 21. Patut dicatat, meskipun perintah dalam ayat ini ditujukan kepada Rasulullah saw., perintah tersebut juga berlaku bagi umatnya. Sebab, selama tidak ada dalil yang mengkhususkan khithab itu hanya ditujukan untuk beliau, maka khithab itu berlaku umum. Demikian pula ayat ini. Apalagi sebagaimana dijelaskan para mufassir, pengertian ayat tersebut adalah memberikan peringatan dan nasihat dengan al-Quran, apa yang diwahyukan kepada Rasulullah saw., dan syariah agamanya. Perbuatan tersebut jelas diperintahkan kendati dilakukan dalam beberapa ungkapan dalam al-Quran, seperti berdakwah dan mengajak manusia pada Islam lihat QS an-Nahl [16] 125, Fushilat [41] 33, melakukan amar makruf nahi munkar lihat QS Ali Imran [3] 110, 114; at-Taubah [9] 71, menyampaikan wasiat kebenaran dan kesabaran kepada manusia QS al-Ashr [103] 30, dan lain-lain. Tentu saja, dalam detail dan fokusnya terdapat perbedaan-perbedaan. Namun, sasaran yang dituju adalah menjadikan manusia terikat dan mengamalkan syariah. Kedua kemungkinan sikap manusia terhadap peringatan yang diberikan. Sikap manusia ada dua kemungkinan 1 menerima dan mengambil peringatan itu sebagai pelajaran; 2 menolak dan menjauhinya. Sikap tersebut bisa terjadi lantaran beliau hanya diberi kewenangan memberikan peringatan, tidak diberi kewenangan untuk memaksa mereka harus menerima peringatan itu Lihat QS Qaf [51] 45. Meskipun tidak dipaksa, seharusnya manusia memilih sikap pertama, yakni menerima peringatan dari Allah SWT. Peringatan itu jelas demi kebaikan manusia ketika di dunia, kehidupannya mendapat limpahan berkah; di akhirat dia dimasukkan ke dalam surga-Nya yang penuh dengan kenikmatan. Sebaliknya, tidak ada satu pun alasan yang bisa digunakan untuk mendukung pilihan kedua, yakni menolak dan menjauhi peringatan dari Allah SWT. Sebab, siapa pun yang menolak perintah itu hidupnya akan sesat dan ditimpa dengan kesengsaraan. Di akhirat kelak lebih celaka lagi. Siksaan amat dahsyat di an-nâr al-kubrâ neraka yang besar akan ditimpakan kepada dirinya. Demikian dahsyatnya sehingga membuat penghuninya tidak bisa hidup dan tidak pula mati. Karena itu, orang yang berakal dan menggunakan akalnya dengan benar niscaya akan memilih sikap yang pertama, yakni menerima peringatan dan nasihat itu Lihat QS al-Baqarah [2] 269; Ali Imran [3] 7. Ayat ini juga mengajari kita bahwa sebaik dan sebenar apa pun sebuah peringatan, dua kemungkinan itu selalu terjadi. Dengan demikian, adanya penolakan dari sebagian manusia terhadap sebuah ide, tidak menandakan bahwa ide itu salah. Tidak pula menunjukkan orang menyampaikannya keliru. Ini juga yang terjadi pada Islam. Tidak ada satu pun agama, pemikiran dan ideologi yang dapat menandingi Islam. Yang menyampaikan juga manusia pilihan, Rasulullah saw. Meskipun demikian, tetap saja ada manusia yang menolak dan mengingkari, bahkan memusuhi Islam. Realitas ini harus menyadarkan para pengemban dakwah bahwa dakwahnya tidak selalu disambut dengan senyum ramah dan tangan terbuka. Sebaliknya, kadang justru dakwahnya mengundang penolakan dari objek dakwah. Menghadapi realitas tersebut, pengemban dakwah tidak boleh kecil hati, apalagi surut langkah dan berputus asa. Dia harus tetap teguh dan bersabar dalam menyampaikan dakwah. Jangankan manusia biasa, Rasulullah saw. dan para nabi lainnya pun pernah mendapatkan perlakuan serupa. Allah SWT berfirman وَلَقَدْ كُذِّبَتْ رُسُلٌ مِنْ قَبْلِكَ فَصَبَرُوا عَلَى مَا كُذِّبُوا وَأُوذُوا حَتَّى أَتَاهُمْ نَصْرُنَا Sesungguhnya telah didustakan pula para rasul sebelum kamu, tetapi mereka sabar terhadap pendustaan dan penganiayaan yang dilakukan terhadap mereka, sampai datang pertolongan Allah kepada mereka QS al-An’am [6] 34. Semoga kita selalu menerima peringatan dan mengambil nasihat dari Rasululla saw. Semoga kita pun bisa meneladani beliau menyampaikan peringatan dan nasihat kepada seluruh manusia dengan risalah yang diturunkan kepada beliau, Islam. Sebaliknya, semoga kita tidak termasuk orang yang menolak peringatan dan mendapatkan ancaman siksa neraka. WalLâh a’lam bi ash-shawâb. [] Catatan kaki 1 Az-Zuhaili, Tafsîr al-Munîr, vol. 30 Damaskus Dar al-Fikr al-Mu’ashir, 1998, 194. 2 Al-Ashfahani, Al-Mufradât Gharîb al-Qurân Damaskus Dar al-Qalam, 1992, 328 3 Az-Zuhaili, Tafsîr al-Munîr, vol. 30, 194. 4 Al-Baghawi, Ma’âlim at-Tanzîl fî Tafsîr al-Qurân, vol. 5 Beirut Dar Ihya’ al-Turats al-Arabi, 1420 H, 241; Al-Khazin, Lubâb at-Tawîl fî Ma’ânî at-Tanzîl, vol. 4 Beirut Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1995, 418. 5 Al -Qurthubi, Al-Jâmi’ li Ahkâm al-Qurân, vol. 20 Kairo Dar al-Kutub al-Mishriyyah, 1964, 20. 6 Asy-Syaukani, Fat-h al-Qadîr, vol. 5 Damaskus Dar Ibn Katsir, 1994, 515. 7 Asy-Syaukani, Fat-h al-Qadîr, vol. 5, 515. 8 Ar-Razi, Mafâtîh al-Ghayb, vol. 31 Beirut Dar Ihya al-Turats al-Arabiy, 1420 H, 132-133. 9 Ar-Razi, Mafâtîh al-Ghayb, vol. 31, 133. 10 Ibnu Katsir, Tafsîr al-Qur’ân al-Azhîm, vol. 8 Beirut Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1999, 372. 11 Al-Ashfahani, Al-Mufradât Gharîb al-Qurân, 282. 12 Ibnu Katsir, Tafsîr al-Qur’ân al-Azhîm, vol. 8, 372. 13 Al-Qurthubi, Al-Jâmi’ li Ahkâm al-Qurân, vol. 20, 20. 14 Ath-Thabari, Jâmi’ al-Bayân fî Tawîl al-Qurân, vol. 24 tt Muassasah al-Risalah, 2000, 372. 15 Asy-Syaukani, Fat-h al-Qadîr, vol. 5, 516. 16 Az-Zamakhsyari, Al-Kasysyâf, vol. 4 Beirut Dar al-Kitab al-Arabi, 1987, 740. 17 Al-Biqa’i, Nazhm ad-Durar, vol. 21 Kairo Dar al-Kitab al-Islami, tt, 399. 18 Al-Alusi, Rûh al-Ma’ânî, vol. 15 Beirut Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1995, 320. 19 Al-Baghawi, Ma’âlim at-Tanzîl, vol. 5, 242. 20 Ibnu Athiyah, Al-Muharrar al-Wajîz, vol. 5 Beirut Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 2003, 470; al-Qurthubi, Al-Jâmi’ li Ahkâm al-Qur`ân, vol. 20, 20. 21 Al-Qurthubi, Al-Jâmi’ li Ahkâm al-Qurân, vol. 20, 20; lihat juga al-Baghawi, Ma’âlim at-Tanzîl, vol. 5, 242.

allah mendahulukan peringatan sebelum memberikan